Puasa dalam Islam bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk maksiat. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Jika engkau berpuasa, maka hendaklah pendengaran, penglihatan, dan lisanmu juga berpuasa dari dusta dan perbuatan maksiat. Janganlah menyakiti pembantu (atau orang lain), dan hendaklah engkau memiliki ketenangan dan wibawa di hari puasamu. Janganlah menjadikan hari puasamu sama seperti hari ketika kamu tidak berpuasa.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf dengan sanad yang hasan)
Makna Sejati dari Puasa
✅ Puasa Adalah Penjagaan Diri
Puasa tidak hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga menjaga anggota tubuh dari perbuatan maksiat:
- Pendengaran → Tidak mendengar ghibah, fitnah, atau hal yang sia-sia.
- Penglihatan → Tidak melihat hal yang haram atau yang melalaikan dari ketaatan.
- Lisan → Tidak berdusta, menggunjing, atau berkata kotor.
✅ Puasa Melatih Akhlak dan Kesabaran
Jabir radhiyallahu ‘anhu menekankan bahwa seorang Muslim tidak boleh menyakiti orang lain saat berpuasa, baik itu pembantu, keluarga, atau sesama Muslim.
✅ Menjaga Wibawa dan Ketenangan
Seorang Muslim yang berpuasa dianjurkan untuk memiliki:
- Wibawa (waqar) → Tidak bertindak sembrono atau berlebihan.
- Ketenangan (sakinah) → Tidak mudah marah, tetap sabar, dan tidak emosional.
✅ Puasa Harus Memberi Dampak Positif
Puasa seharusnya meningkatkan kualitas ibadah, dzikir, dan amal kebaikan. Hendaknya hari-hari di bulan puasa menjadi lebih baik dibandingkan hari-hari biasa.
Kesimpulan
Puasa adalah latihan spiritual yang melibatkan seluruh aspek kehidupan, bukan sekadar menahan lapar dan haus. Seorang Muslim yang berpuasa dengan benar akan lebih dekat kepada Allah dan memiliki akhlak yang lebih baik.