Setiap dari kita terlahir ke dunia ini dengan tangan kosong, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan nikmat-Nya melalui orang tua, hingga kita tumbuh dewasa dan memiliki segalanya. Sudah sepantasnya kita mengingat dan memperhatikan kenikmatan-nikmat ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْـَٔرُونَ” (Qs. An Nahl [16]: 53), yang artinya “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
Oleh karena itu, bersyukurlah atas setiap pemberian Allah. Bukankah kita berterima kasih kepada seseorang yang memberi kita sesuatu? Lalu bagaimana dengan Allah yang terus menerus melimpahkan nikmat-Nya? Sangat aneh jika kita tidak bersyukur kepada-Nya. Allah Ta’ala bahkan berfirman, “وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ” (QS. Saba’ [34]: 13), “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” Salah satu cara terbaik untuk menunjukkan rasa syukur dan menjalani hidup dengan Al-Qur’an adalah dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama.
Tiga Bentuk Syukur: Kunci Dekat dengan Al-Qur’an
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa syukur terbagi menjadi tiga macam, dan ketiganya sangat erat kaitannya dengan bagaimana kita menjalani hidup dengan Al-Qur’an:
1. Bersyukur dengan Hati
Ini berarti meyakini sepenuhnya bahwa semua kenikmatan, termasuk rezeki, datangnya hanya dari Allah Azza wa Jalla. Dia-lah yang melapangkan dan menyempitkan rezeki. Dengan keyakinan ini, hati kita akan selalu tertambat pada-Nya, dan saat menghadapi kesulitan, hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Keyakinan ini akan memotivasi kita untuk terus belajar dan memahami kalam-Nya.
2. Bersyukur dengan Lisan
Wujud syukur ini adalah dengan senantiasa berzikir, memuji Allah, dan membaca firman-Nya tanpa batasan waktu dan tempat. Rasulullah ﷺ, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” Ini menjadi teladan bagi kita untuk banyak berzikir di mana pun kita berada, dalam kondisi apa pun (kecuali di toilet). Dzikir yang paling utama, seperti sabda Nabi ﷺ dalam HR. Tirmidzi, adalah “Laa ilaaha illallaah,” yang juga merupakan kalimat pembuka surga bagi yang akhir perkataannya. Dengan banyak berdzikir dan membaca Al-Qur’an, lisan kita terlatih untuk selalu bersyukur.
3. Bersyukur dengan Anggota Badan
Bentuk syukur ini adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah melalui perbuatan nyata, seperti shalat. Ironisnya, banyak dari kita yang mengaku bersyukur dengan lisan, namun lalai saat panggilan shalat tiba. Ini menunjukkan kurangnya syukur secara keseluruhan, membenarkan firman Allah bahwa sedikit sekali hamba-Nya yang benar-benar bersyukur. Mempraktikkan ajaran Al-Qur’an dalam setiap aspek kehidupan adalah puncak syukur.
Mengikuti Jejak Rasulullah ﷺ: Jalan Menuju Surga
Rasulullah ﷺ adalah suri teladan terbaik kita. Siapa pun yang menjadikan prinsip hidupnya mengikuti beliau, niscaya akan berbahagia. Beliau bersabda, “Setiap ummatku akan masuk Surga, kecuali yang enggan.” Ketika ditanya siapa yang enggan, beliau menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku pasti masuk Surga, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan.” (HR. Bukhari dan Ahmad).
Keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ adalah beliau sebagai Rasul terakhir, dan tidak ada seorang pun yang bisa masuk surga sebelum beliau dan umatnya. Hadis riwayat Muslim menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ akan menjadi yang pertama meminta dibukakan pintu surga, dan malaikat penjaga hanya diperintahkan untuk membukanya bagi beliau dan tidak untuk seorang pun sebelumnya. Ini menggarisbawahi urgensi untuk ittiba (mengikuti) beliau dalam menjalani hidup dengan Al-Qur’an agar kita bisa bersama beliau di surga kelak.
Majelis Ilmu: Taman Surga di Dunia
Salah satu cara untuk membiasakan diri menjalani hidup dengan Al-Qur’an adalah dengan rutin menghadiri majelis ilmu. Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Ketika para sahabat bertanya apa taman-taman surga itu, beliau menjawab, “Halaqah-halaqah dzikir (ilmu).” (HR. Tirmidzi). Imam Atha rahimahullah menafsirkan, “Majelis-majelis dzikir adalah majelis-majelis halal dan haram.” Artinya, di sanalah kita belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang diizinkan dan mana yang dilarang oleh Al-Qur’an.
Orang yang terbiasa mendatangi majelis ilmu adalah pertanda bahwa ia calon penghuni surga yang sebenarnya. Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Meskipun amal saleh seperti shalat, sedekah, haji, dan puasa adalah jalan menuju surga, menuntut ilmu memiliki keistimewaan tersendiri karena ia adalah fondasi bagi semua amal. Tanpa ilmu, amalan bisa dilakukan dengan asal-asalan, bahkan tanpa disadari bisa terjerumus dalam kesalahan. Untuk mendalami pentingnya ilmu, Anda bisa melihat artikel kami tentang kebutuhan terhadap ilmu.
Mengingat para ulama dahulu rela menempuh jarak jauh demi ilmu, sudah sepantasnya kita yang kini dimudahkan aksesnya—bahkan hanya berjarak sedikit dari rumah—lebih bersemangat memanfaatkan majelis ilmu. Ini adalah bentuk syukur kita kepada Allah.
Al-Qur’an: Pedoman Hidup Kita
Inti dari bagaimana menjalani hidup dengan Al-Qur’an terletak pada pemahaman bahwa Al-Qur’an adalah manual book kita. Kita adalah ciptaan Allah, dan Dialah yang memberikan petunjuk agar kita mendapatkan keridaan-Nya.
1. Al-Qur’an Sebagai Petunjuk (QS. Al-Baqarah: 2)
Allah Ta’ala berfirman, “ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ” (Qs. Al-Baqarah [2]: 2), “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” Tidak ada keraguan di dalamnya karena ia adalah Kalamullah. Sebagaimana firman-Nya, “وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ ٱللَّهِ حَدِيثًا” (Qs. An Nisa [4]: 87), “Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?” Orang yang bertakwa, yang senantiasa menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, akan secara alami dekat dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sahabat sejati seorang mukmin.
2. Al-Qur’an Memberi Petunjuk ke Jalan Paling Lurus (QS. Al-Isra: 9)
Allah Ta’ala juga berfirman, “إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا” (Qs. Al-Isra [17]: 9), “Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” Selama kita berpegang teguh pada Al-Qur’an, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena Allah akan membimbing kita ke jalan yang paling benar. Dan balasan terbesar bagi yang beramal saleh adalah surga.
Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Setiap huruf Al-Qur’an adalah pahala. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf.” (HR. Tirmidzi). Maka, perbanyaklah membaca Al-Qur’an untuk melipatgandakan pahala kita. Untuk panduan membaca Al-Qur’an yang benar, Anda bisa merujuk situs-situs terkemuka seperti Rumaysho.Com yang sering membahas halaqah-halaqah dzikir.
Kesimpulannya, menjalani hidup dengan Al-Qur’an adalah kunci kebahagiaan sejati. Ini melibatkan syukur dalam hati, lisan, dan perbuatan, mengikuti teladan Rasulullah ﷺ, aktif di majelis ilmu, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama yang tak diragukan lagi kebenarannya.
Wallahu Ta’ala A’lam.