Faidah

Keimanan Penuh dan Menyeluruh Sesuai Maksud

Imam Syafi’i berkata :
“آمَنْتُ بِاللهِ، وَمَا جَاءَ عَنْ اللهِ عَلَى مُرَادِ اللهِ، وَآمَنْتُ بِرَسُولِ اللهِ، وَمَا جَاءَ عَنْ رَسُولِ اللهِ عَلَى مُرَادِ رَسُولِ اللهِ
Artinya :
“Aku beriman kepada Allah, dan apa yang datang dari Allah sesuai dengan kehendak Allah, dan aku beriman kepada Rasulullah, dan apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan kehendak Rasulullah.” (Lum’atul I’tiqad, Al maqdisi hal 7)

FAEDAH :

  1. Tunduk sepenuhnya kepada Wahyu Allah Ta’ala dan Sabda Nabi-Nya
    Imam Asy-Syafi’i menekankan pentingnya menerima wahyu dari Allah dan Rasul-Nya tanpa mengubah atau menafsirkannya sesuai kehendak pribadi. Ini menuntut sikap tunduk dan pasrah kepada ajaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, tanpa campur tangan akal yang berlebihan.

Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan janganlah kalian merusak amal-amal kalian.” (QS. Muhammad: 33)

Ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus menaati perintah Allah dan Rasul-Nya secara penuh tanpa mengubah makna dari wahyu yang diturunkan.

  1. Mengimani Apa yang Datang dari Allah dan Rasulullah Tanpa Takwil yang Bertentangan
    Ucapan ini juga mengajarkan untuk mengimani apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan makna yang sebenarnya, tanpa melakukan takwil (penafsiran) yang bertentangan dengan syariat. Takwil yang menyimpang dari maksud sebenarnya dapat merusak keimanan.

Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Ini menunjukkan bahwa apa yang datang dari Rasulullah harus diterima sebagaimana adanya, tanpa takwil yang menyimpang.

  1. Keimanan penuh yang Menyeluruh
    Akidah yang benar adalah yang mengikuti apa yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya, tanpa menambah atau mengurangi.

Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami taat.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur: 51)

Ayat ini menegaskan bahwa sikap seorang mukmin adalah mendengar dan taat, tanpa mempertanyakan atau meragukan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.

  1. Menerima Ajaran Allah dan Rasul-Nya Tanpa Mempertanyakan Hikmahnya
    Ucapan ini juga mencakup keyakinan bahwa apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, meskipun tidak dapat dipahami secara akal sepenuhnya, harus diterima tanpa ragu. Seorang mukmin harus percaya bahwa apa pun yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah yang terbaik bagi manusia, meskipun hikmahnya terkadang tidak terlihat jelas menurut mereka.

Allah Ta’ala berfirman :
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Artinya: “Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanya.” (QS. Al-Anbiya: 23)

Ayat ini menunjukkan bahwa segala ketetapan Allah harus diterima dengan keimanan penuh, tanpa mempertanyakan apa yang Allah tetapkan.

  1. Menjaga Akidah dari Pemahaman yang Menyimpang
    Ucapan Imam Asy-Syafi’i juga merupakan pengingat untuk menjaga akidah dari segala bentuk penyimpangan, termasuk pemahaman yang berlebihan atau takwil yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Akidah yang benar harus bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para salaf.

Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115)

Ayat ini menunjukkan pentingnya mengikuti jalan yang benar, yaitu jalan Rasulullah dan para sahabat, serta menghindari pemahaman yang menyimpang.

Kesimpulan :
Ucapan Imam Asy-Syafi’i tersebut mengandung pelajaran mendalam tentang keimanan yang murni kepada Allah dan Rasul-Nya, tunduk sepenuhnya kepada wahyu, menjaga akidah dari penyimpangan, dan menerima apa yang datang dari Allah dan Rasulullah-Nya dengan keyakinan penuh. Dalil-dalil yang mendukung faedah-faedah ini menunjukkan betapa pentingnya memegang teguh ajaran yang murni sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.

═══✺══✺══✺═══

Sahabat Sunnah, silahkan share.
Semoga Allah membuka pintu kebaikan melalui kita… aamiin

✍ Abu Yasyfik Sudirman, S.Ag.